Sabtu, 25 Agustus 2012

jenuh

pagi ini dingin
sedingin kau
dan tiba-tiba saja aku jenuh dengan putaran ini
ya
selalu begitu
walau aku selama ini tak banyak ekspektasi
tapi tetap saja apa yang kau lakukan membuat aku bertanya-tanya
sedang apa kita?

mencari di kala sepi
meninggalkan lagi
tapi itu kau, aku tidak

mau jadi apa kita?
arahnya jadi tak menentu begini
aku jenuh dengan semua ini
tapi tak siap jika meninggalkannya
begitukah denganmu?

ketika aku pergi menjauh, kau menemukan aku sebagai rumah
dan aku kembali mendekat
ah...

k.i.t.a

selalu begini
ya
kita selalu begini
bagaimana?
mencari dikala sepi
meninggalkan di kala ramai
ya tentu
karena kita teman

Kamis, 23 Agustus 2012

Oleh-oleh mudik #4: Gethuk Goreng


Getuk goreng merupakan makanan khas yang banyak dijual di sepanjang jalan raya Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Getuk goreng mulai diperkenalkan pada publik tahun 1918 bermula dari produksi yang dilakukan Sampirngad. Getuk goreng yang paling terkenal bermerek dagang Getuk Goreng Sokaraja Asli H. Tohirin. H. Tohirin adalah anak Sampringad yang berhasil mengembangkan usaha getuk goreng (Dharmawan, 2010).
                Pengembangan produk getuk goreng antara lain perkembangan cita rasa. Saat ini terdapat beberapa cita rasa baru yaitu durian dan madu. Getuk goreng durian memiliki bentuk dan warna yang tidak berbeda dengan getuk goreng rasa asli (original). Getuk goreng durian:


Getuk goreng dibuat dengan peralatan tradisional dan masih menggunakan tangan (hand made). Proses pembuatan getuk goreng terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pemilihan dan persiapan bahan baku, pengukusan singkong, penumbukan singkong, dan penggorengan.
Bahan baku utama pada pembuatan getuk goreng adalah singkong dan gula merah. Singkong yang digunakan merupakan singkong pilihan yang diperoleh dari tempat panen yang sama agar cita rasa getuk goreng seragam. Singkong yang dibutuhkan dalam satu kali produksi berkisar 5-10 kuintal. Singkong yang telah dicuci dikuliti kemudian dipotong-potong, dicuci, dan dibuang bagian akar tengahnya. Gula merah yang digunakan didatangkan dari supplier terpercaya untuk menghindari kualitas gula jawa yang rendah atau dicampur menggunakan pemanis buatan.
Tahapan selanjutnya adalah pengukusan singkong hingga matang. Singkong yang telah matang didiamkan beberapa saat, kemudian ditumbuk agar hacur. Pada saat penumbukan dilakukan penambahan gula merah sedikit demi sedikit hingga gula merah tercampur dengan merata. Proses penumbukan membutuhkan tenaga yang besar dan waktu yang cukup lama. 

Adonan hasil penumbukan singkong dibentuk bulat-bulat kemudian digoreng menggunakan minyak panas dengan api sedang. Penggorengan dilakukan di atas tungku dengan bahan bakar kayu agar cita rasa yang dihasilkan khas. Getuk goreng yang sudah matang biasanya diletakkan di atas tampah dan didisplay di dalam etalase atau dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu yang biasa disebut besek atau piti. Getuk goreng yang dikemas dalam besek:
sumber:

Anonimc. Gethuk Goreng. Available on-line at: http://getukgorengbanyumas.blogspot.com (diakses 1 September 2011).

Dharmawan, L. 2010. Nopia, Getuk Goreng, dan Sejarah Kuliner Banyumas. Media Indonesia: 9. 

Oleh-oleh Mudik #3: Nopia dan Mino

Nopia merupakan sejenis kue dengan bagian kulit yang kering dengan isian. Nopia mulai diproduksi pada tahun 1880 oleh etnik Tionghoa yang tinggal di Banyumas (Dharmawan, 2010). Nopia memiliki ukuran yang cukup besar, hampir sebesar kepalan tangan. Mino merupakan pengembangan produk nopia, nama mino merupakan kependekan dari mini nopia. Mino berukuran mini/kecil sehingga dapat habis dalam sekali makan. Bentuk mino yang bulat dan menyerupai telur penyu membuat mino sering disebut endog bulus. Gambar nopia dan mino :
Selain dari segi ukuran, pengembangan produk lain dari nopia dan mino adalah cita rasa. Awalnya nopia dan mino hanya memiliki rasa gula merah, saat ini terdapat berbagai pilihan rasa antara lain brambang (bawang), nanas, kacang, durian, pandan, coklat, dan nangka. Nopia dan mino dalam berbagai rasa:
                 Nopia dan mino terdiri atas kulit dan isian. Kulit dibuat dengan cara mencampurkan tepung terigu dengan air lalu diaduk-aduk sampai menjadi adonan. Adonan itu dijadikan bulatan kecil-kecil sebesar ibu jari tangan. Bulatan dipipihkan dengan tangan, di tengahnya diisi gula yang sudah dihancurkan, lalu dibulatkan lagi. Bulatan-bulatan tersebut kemudian dipanggang menggunakan gentong. Bentuknya mirip mangkuk, diletakan di lantai dalam posisi terbalik, bagian atasnya berlubang berlapis tanah dan sekelilingnya ditutup anyaman bambu.

Pemanggangan nopia dan mino tergolong unik karena sebelum digunakan kayu bakar dibakar di dalam gentong. Setelah apinya mati, abu dan bara dikeluarkan. Nopia/mino mentah ditempelkan ke dinding bagian dalam gentong yang panas (bersuhu sekitar 90oC). Nopia/mino dipanggang hingga 30 menit kemudian diambil. Adonan nopia/ mino akan mengembang, dan jika terlalu lama dipanggang adonan dapat meletus. Pemanggangan adonan nopi/mino:
Sumber:
Anonimb. Nopia dan Mino Narwan Banyumas.  Available on-line at: http://duniabanyumas.files.wordpress.com (diakses 1 September 2011).

Dharmawan, L. 2010. Nopia, Getuk Goreng, dan Sejarah Kuliner Banyumas. Media Indonesia: 9.

Oleh-oleh Mudik #2: Opak Kucai

*repost tugas lagi nih
Opak kucai pada awalnya berasal dari desa Kalibeber, kecamatan Mojotengah Opak kucai khas Wonosobo terbuat dari singkong, awalnya opak dijual di pasar dijual secara kiloan dan dibungkus menggunakan kantung keresek hitam. Saat ini kemasan opak lebih baik, menggunakan plastik tebal yang di-seal sehingga lebih higienis dan menarik. Selain pengembangan produk dari segi pengemasan, terdapat pula pengembangan produk dari segi cita rasa dan warna. Pada awalnya opak berwarna putih dengan rasa original, saat ini terdapat opak dengan ekstra kucai yang berwarna kehijauan, dan opak kucai pedas yang berwarna kemerahan. Ketiga jenis opak tersebut dapat dilihat pada Gambar ini :


Opak kucai dibuat dengan cara menumbuk singkong yang sudah direbus atau dikukus, kemudian menambahkan bumbu seperti garam dan bawang, serta diberi tambahan daun kucai, aroma kucai menyerupai bawang putih sehingga menambah sedap opak yang dihasilkan. Adonan yang telah dihasilkan dibentuk bulat tipis kemudian dijemur hingga kering. 

*plus
harga opak ini murah, trus kalo udah digoreng jadi banyak banget,  cukup buat se-RT, cuma ya itu, sekali masuk mulut pengennya masukin lagi... 

Oleh-oleh Mudik #1: Carica

*ini repost tugas semester 7 hahahaa
Carica (Carica candamarcensis Hok) merupakan buah langka, di Indonesia tanaman ini hanya tumbuh di Dieng. Tanaman ini berasal dari kepulauan Candamar di Amerika Tengah dan dijumpai juga di Brasilia (Anonima, 2011). Di Dieng Carica juga disebut Kates Dieng atau Gandul Dieng.

Minuman buah carica merupakan minuman khas dari Wonosobo (Dieng) berupa potongan buah carica dalam sirup. Minuman buah carica hanya dapat ditemukan di Wonosobo, tidak seperti oleh-oleh lain yang biasanya dapat ditemukan di daerah sekitar Wonosobo seperti Banjarnegara, Purbalingga, dan Purwokerto. Pengembangan produk minuman buah carica salah satunya dari segi kemasan. Pada awalnya carica dijual dalam kemasan jar kaca, semenjak tahun 2000-an carica mulai dijual menggunakan kemasan gelas plastik. Salah satu produsen carica yaitu UD. Selera Jaya memproduksi carica dalam jar kaca dengan netto 350 g dan 370 g, kemasan gelas plastik dengan netto 220 g, dan kemasan mangkuk plastik dengan netto 250 g. Gambar carica dalam kemasan jar kaca dan magkuk plastik dapat dilihat pada gambar berikut:



Pembuatan minuman buah carica terdiri dari beberapa tahap yaitu pengupasan, pemisahan biji dari buah, pemotongan, pembuatan sirup buah, dan pengemasan. Pengupasan dilakukan untuk menghilangkan kulit buah. Buah carica memiliki banyak getah sehingga pada saat pengupasan, pekerja menggunakan sarung tangan. Setelah dikupas, biji buah dikeruk dan dipisahkan dengan daging buahnya. Biji buah tersebut diperas untuk membuat sirup yang bercita rasa khas. Setelah dipisahkan dengan bijinya, buah dicuci kemudian dipotong-potong dengan bentuk yang menarik (biasanya berbentuk segitiga) dan supaya dapat dikemas dalam botol/ jar. Setelah pemotongan, buah kembali dicuci menggunakan air yang telah diberi garam untuk menghilangkan rasa pahit yang berasal dari getah.
Pembuatan sirup dilakukan dengan memeras biji (beserta selaput yang melapisinya) yang ditambah sedikit air hingga keluar cairan kental yang berbau khas buah carica. Pemerasan dapat dilakukan berkali-kali sampai aroma khas tersebut hilang. Setelah diberi air dan gula pasir secukupnya, sirup tersebut direbus sampai mendidih. Setelah mendidih, sirup yang sudah jadi harus disaring untuk dipisahkan dengan ampasnya.
                Buah yang telah dipotong-potong dan dicuci dimasukkan ke dalam botol, dan dicampurkan dengan sirup. Sebelumnya botol yang digunakan dicuci hingga bersih. Botol yang telah diisi dengan buah dan sirup dimasukkan ke dalam panci untuk diblansing selama 15 menit. Setelah dikukus, botol diambil dari dandang, kembali dipenuhi dengan sirup, dan ditutup rapat-rapat. Botol yang telah ditutup kemudian dipasteurisasi selama 10 menit. Proses pembuatan minuman buah carica dapat dilihat pada gambar berikut:

*tambahannya
harga carica yang kemasan gelas kecil sekitar 3000-4000
harga carica kemasan mangkok 5000-6000
belinya mending di RITA Swalayan, lebih murah, hehe...
Oia, ada Carica yang pedes juga, belom dicobain tapi  *udah dicobain, hasilnya enakan yang original*

*sumber:
Anonima. 2011. Carica, Minuman Khas Wonosobo. Available on-line at: http://goenawanb.com (diakses 1 September 2011).
UD. Selera Jaya. 2010. Oleh-oleh Khas Wonosobo. Leaflet Pemasaran Produk, Wonosobo.




Wisata Kuliner #2 : Soto Sokaraja


SOTO SOKARAJA adalah soto khas daerah Sokaraja yang ga boleh kelewat dinikmati. Pedagang soto sokaraja bisa ditemui dengan mudah di sepanjang jalan (endath nama jalannya apa, soalnya ayah saya slalu nyebut Sokaraja doang). Soto yang terkenal adalah Soto Kecik dan Soto Lama. Saya belum eksplor apa bedanya dan info lainnya, yang jelas dua-duanya enak.

Soto sokaraja terdiri atas ketupat, daging ayam suwir/ daging sapi/ jeroan, daun bawang, kecambah pendek, kerupuk warna-warni. Khasnya ada di kuah sama sambelnya, kuahnya seger agak luget karna mungkin ada kacangnya. Nah sambelnya juga sambel kacang. Buat harga sekitar 7000-9000 per mangkok. Soal rasa jangan ditanya, enak pokonya. Kalo lewat sokaraja jangan ketinggalan nyobain ya..

Wisata Kuliner #1 : Mie Ongklok Wonosobo


Pulang kampung ga lengkap rasanya kalo ga nikmatin lezatnya kuliner khas. Kampung saya, Wonosobo terletak 342 km dari kota Bandung. Udaranya dingin mirip Bandung, tapi menurut saya masih dinginan Wonosobo. Maklum lah Wonosobo dikelilingi pengunungan, salah duanya (soalnya ada 2 gunung terkenal) Sindoro dan Sumbing. Panoramanya indah banget, nih foto duet gunung yang indah di pagi hari:




Salah satu kuliner khas Wonosobo yang ga ada di tempat lain itu adalah MIE ONGKLOK. Mie ongklok itu kuliner yang isinya mie, kol, kucai, daun bawang, kadang-kadang ada tahunya, kuahnya dibuat dari tepung kanji jadi agak kentel gitu. Rasanya manis gurih. Kenapa disebut mie ongklok? Berdasarkan hasil baca-baca buku terbitan pemkab Wonosobo, disebut mie ongklok karena sayuran yang dipakai dimasukin ke wadah anyaman bambu dan diongklok-ongklok alias direndem-angkat di air panas. Sayuran yang udah mateng dituangin di atas mie, trus disiram kuah. Enak banget kalo dimakan anget-anget.

Biasanya mie ongklok disantap dengan sate sama tempe kemul atau lekuk. Kalo sate udah umum lah ya, nah kalo tempe kemul itu sebetulnya tempe goreng tepung tapi dengan taburan kucai, trus warnanya juga kuning cerah. Nah kalo lekuk itu hampir mirip cimol, tapi lebih kenyel-kenyel. Oia, ada yang khas lagi, biasanya disajiinnya pake sendok bebek yang dari stainless. Buat yang masih penasaran sama penampakan mie ongklok, kaya gini nih (*maaf ya fotonya repost, lupa moto):


Taun ini *menurut hasil tengak tengok saya* lebih banyak yang jual mie ongklok. Kalo dulu agak jarang, yang terkenal tuh mie ongklok yang di daerah Longkrang, Tosari, sama yang di Jalan Ahmad Yani *yang kata ibu saya pedagang mie ongklok pertama* namanya mie Ongklok Pak Muhadi. Harganya relatif murah 1 mangkok mie ongklok harganya sekitar 4000-7000, kalo tempe kemul 500-800 per buah, satenya 1000-2000 per tusuk. Kemarin sih yang kerasa enak banget yang di Longkrang, walaupun kuahnya kurang kentel. Bumbunya lebih terasa dan porsinya lebih banyak, mungkin juga efek makan pas banget buka puasa, jadi lagi laper-lapernya. Nah kalo yang Pak Muhadi pernah masuk ke acara “Koper-Ransel” pas pembawa acaranya Mario Lawalata sama Andrea, Angelina Sondakh juga pernah ke sana. Artis-artis itu ngasih testimoni di white board gitu.

Buat mudikers Wonosobo, rasanya ga lengkap kalo ga makan mie ongklok. Makanya di saat libur lebaran parkiran isinya kendaraan Plat B, D, H, AB, atau L. Kalo masih Ramadhan, biasanya udah mulai rame dari jam ½ 5an, nah kalo lebaran hari pertama biasanya ga buka, ato bukanya sore. Hari kedua mulai rame dari pagi, terutama pas makan siang sama makan malem. So, kapan mau nyoba ngongklok?


Selasa, 14 Agustus 2012

kado darimu

jika..andai...jikalau aku boleh meminta sesuatu darimu di hari ulang tahunku ini
maka yang kuminta, apa yang dulu kita semai bisa berkembang lagi...
karena sungguh, kita bahagia jika bersama, bukan begitu?
di saat salah satu dari kita hilang, ada rasa aneh bukan kepalang...

aku rumahmu, tempatmu kembali
rumahmu, surgamu

di hari yang sakral ini

Duhai Allah, terima kasih Kau mengizinkan aku mencecap manis pahit kehidupan hingga usiaku sekarang... Sungguh tak sepatutnya aku banyak mengeluh lagi, betapa banyaknya nikmatmu yang mungkin sering kudustakan...

Teruntuk Ibu dan Ayah, terima kasih menghadirkan aku ke dunia penuh cinta...
Kalian tahu? Rasanya ini ulang tahunku yang paling membuatku sedih..
Awal tahun lalu, aku kira aku bisa mengundangmu pulang Yah, untuk hadir di wisudaku, tapi ternyata aku belum bisa membutmu bangga...
Berbulan-bulan lalu Bu, aku merepotkanmu dengan tingkah tak dewasa..
Aku minta maaf untuk keberhasilanku yang tertunda..
Kalian selalu menguatkan aku...

Di hari yang sakral ini, semoga aku senantiasa bersyukur dan berjuang.. untuk senyuman kalian...
i love you :*

entah mana yang buatku haru

Tertanggal 14 Agustus 2012, ketika usiaku lagi-lagi berkurang jatahnya...
Aku tak berusaha membuatmu ingat, karena aku berkeyakinan kau takkan lupa
sekalipun kau bilang momen ini tak ada spesialnya..

Lalu tiba-tiba, kau bilang kau baru ingat ini tanggal 14, tanggalku
Kau bilang tak ingin mengucapkan apa-apa
Tak ingin memberikan doa yang dikhususkan hari ini karena doa yang kontinu lebih baik
Kau pun tak mau memberi tahu apa yang kau doakan untukku, karena doa yang tidak diketahui lebih baik
Kau pun akhirnya hanya memberi semangat (lagi), yang kau bilang tak khusus untuk hari ini juga
kau akhiri semua dengan kalimat : Semangat ya!

Kau memang bukan pujangga, bukan pula pencipta lagu, sebetulnya kata-katamu pun tak romantis...
entah mana yang buatku haru..
mungkin karena kau yang mengucapkannya, entahlah...

Terima kasih..
Kita sematkan doa di tiap tangan menengadah ya :)

Kamis, 26 Juli 2012

Repost: teruntuk pencinta Semeru

(Minggu, 3 Juli 2011)

Aku akan mendaki Semeru
kan kuteriakkan namamu dengan lantang
agar awan membingkainya
dan menurunkanmu dalam hujan di kala yang tepat

Kan kususuri tepian pantai
kularukan rinduku di sana
biar dibawa debur ombak yang suatu saat akan kembali
di kala yang tepat

penat

aku penat
ingin rasanya aku rehat
sejenak saja
tapi jika aku rehat
aku makin terlambat

tolong beri aku jalan

Aku : entah apa namanya

Tahun ini, tahun ke 6 kuucapkan selamat bertambah usia...
tapi tahun ke 5 rasa sayang itu singgah di hatiku.
bukan, bukan karena aku tak lagi menyayangimu saat ini, tapi di tahun pertama rasa itu belum lagi tersemai.
membicarakan ulang tahunmu ke 17 membuat kita tertawa renyah, kita sama-sama ingat betapa kikukknya aku bersalaman denganmu. dan kemudian hari itu menjadi awal sejarah bagi hubungan kita.
Mungkin benih itu sudah ada hingga akhirnya tersemai di penghujung juli.
Tahun-tahun kemudian setiap "peringatan" menjadi hal yang indah untuk kita.
dua tahun lalu, peringatan itu justru menjadi sakit bagimu karena cintaku berpaling muka, meski hanya sementara.
tapi tahun berikutnya dan tahun ini peringatan itu menjadi sakit bagiku karena kau tak lagi punya perasaan padaku, meski kita masih berteman.

Kau bukanlah orang yang suka peringatan ulang tahun, tapi aku selalu berkata ulang tahun adalah momentum untuk kita kembali memanaskan diri menggapai mimpi. Kau ingat kan pernah mengirimkan mimpimu padaku, begitu juga denganku. Mungkin kita sama-sama berpikir kita sama-sama memperjuangkan. tapi taukah kau? aku butuh kau untuk selalu mengingatkan bahwa aku memiliki mimpi yang harus kukejar.

di ulang tahunmu yang ke 22, dikala dunia menuntut kita untuk matang, aku berdoa agar mimpimu dapat kau capai. dan aku berharap aku bisa menjadi bagian dalam mimpi itu.
ketika mimpi pertamamu adalah khusnul khotimah, aku tersentak, aku bahkan tak pernah memikirkan itu. lalu akupun mengikutimu untuk bermimpi seperti itu. karena memang begitu seharusnya. Kau bilang, kau sangat ingin berjihad ke Palestina, andaikan itu jalanmu semoga itu yang membawamu ke surga-Nya.

Kau ingin menjadi hafidz, pun denganku. setidaknya untuk menjadi contoh anak-anak kita kelak. Seberapa besar kita sudah berusaha? Semoga kita bisa :)

menunaikan haji, menggenapkan rukun islam. sampai detik ini aku masih ingin datang ke rumah Allah bersamamu. Semoga keinginanmu dan aku tercapai.

Memberangkatkan orang tua untuk haji. Adalah sebuah pengabdian seorang anak pada orang tuanya. terlebih untukku karena orang tuaku belum menjejakkan kakinya di tanah suci. Semoga dikabulkan.

lalu impianmu adalah menjadi dokter yang tangguh, seperti apa yang kuimpikan. semoga doamu dan doaku tekabul.

Impianmu yang satu ini adalah impian kita di masa lalu, menikan di tahun 2013 dan 2014. Masih menjadi rahasia sampai memang sampai waktunya, Tapi sungguh, di dalam relung hatiku yang terdalam, aku ingin menjai bagian dari pernikahanmu. bukan, bukan menjadi penggembira tapi menjadi pendampingmu. Seperti mimpi yang kita rajut dahulu. Kau tahu, aku menyayangimu ;)

ah mimpimu banyak sekali dan sunguh sangat besar :)
Izinkan aku menunggumu turun dari Rinjani, Semeru, Kerinci, Carstensz Pyramid, Kilimanjaro, Elbruz, lalu menyambutmu dengan pelukan hangat. atau mungkin aku ikut bersamamu meniti setiap bebatuan dalam pendakian.

Lalu aku akan mendengarkan ceritamu selepas penyelaman di Raja Ampat, perairan Bangka, dan semua perairan yang indah menurutmu. Aku hanya bisa mendengar, karena aku tak bisa berenang.

Lalu, izinkan aku mendampingimu mengelilingi bumi Indonesia dan seluruh bentangan dunia.

Semoga doamu dikabulkan.
dan doa tumpanganku juga.
Selamat ulang tahun ke 22 untukmu seseorang yang masih saja bertengger di hatiku meski aku tau ka suka pada orang lain. Waktu bisa merubah segalanya. dan aku bisa memperjuangkan apa yang aku bisa.

Minggu, 15 Juli 2012

berbincang denganmu

Kemarin kita bertemu setelah 2 bulan tak bertatap muka, dan entah berapa bulan setelah hubungan kita sebagai pasangan berakhir.

Aku kebingungan tentang apa yang harus aku katakan atau lakukan. Tapi setelah bertemu denganmu, semua mengalir begitu saja, seperti saat kita merajut benang-benang cinta di waktu lalu. Kau masih punya candaan yang hebat membuatkan tak pernah berhenti tertawa. Kita masih bisa bercakap-cakap dan tertawa renyah. Ah sial, aku mulai berekspektasi. Harus punya seribu alasan untuk tidak menganggap kau mencintaiku.

Darimu aku tahu bahwa di usia kita, tak hanya kami kaum hawa yang galau asmara, kalian pun para adam sama saja. Sama-sama sedang memikirkan indahnya pernikahan. Menggelikan ternyata. Tapi artinya itu normal. Kita berbincang tentang pernikahan di 2/4 pertemuan, dan sisanya cerita lain. Sayangnya bukan pernikahan kita yang kita bicarakan. Tapi pernikahanku dengan seseorang dan kau dengan seseorang pula. 
(dalam benakku aku masih sangat ingin menikah denganmu, menyelaraskan mimpiku dengan mimpimu). 

Kita bicara tentang betapa bingungnya kita menyampaikan mimpi kita pada keluarga dan lebih suka berbincang berdua tentang ini. Sampai di tengah pembicaraan kau berkata "Istriku kelak harus siap kalau aku mati muda. Karena impianku adalah berjuang di Palestina.". Hatiku bergetar dan bertanya pada diriku sendiri, siapkah aku? Lalu aku menenangkan diri dan berkata "kau harus siap, karena jika memang iya kau menjadi istrinya kau akan mencecap harumnya surga". Aku jadi teringan post-it yang aku tempelkan di museum KAA. Kata pemandu di sana, silakan tulis keinginan dan tempel di negara yang diinginkan. Kau tahu? yang kupikirkan dirimu...dan inilah hasilnya
Aku menuliskan "Seseorang memliki mimpi pergi ke sini. dr.XXXXXXXXXX, semoga ia sampai,  lalu kutempelkan di Palestina. 
Kau bilang kau tidak pernah menutup segala kemungkinan. Lalu kupituskan untuk selalu tulus, tidak berekspektasi. 
Semoga yang terbaik terjadi untuk kita berdua :)

Minggu, 08 Juli 2012

Cerita kami pencari satu kata yang menurut orang penting


Kami adalah segerombolan muda mudi usia tanggung. Tanggung karena tak lagi remaja tapi tak mau disebut tua. Ya, kami yang sudah mulai berkepala dua satu atau dua tahun lamanya..
Kamilah para pencari satu kata yang menurut orang penting: sarjana.

Pagi buta, masing-masing kami terjaga dari tempat tidur.
Mungkin separuh dari kami masih enggan beranjak, tapi yang lain dengan langkah gontai sekalipun mencoba bangkit, mencoba mencari peruntungan untuk mendapat posisi terdepan.
Perjuangan kami untuk menemui “penuntun sarjana” bagaikan para pendulang permata yang kadang beruntung menemukan kerlingan batu mulia tapi kadang mengeluh karena pulang hanya berpeluh. Kami berlomba untuk mendapat posisi terdepan karena kalau-kalau “penuntun sarjana” itu bersedia datang kami punya waktu yang cukup panjang untuk membereskan kertas-kertas penuh coretan.

Kemajuan teknologi bukan membuat kami semakin mudah, justru semakin sulit. Jika dulu orang tak bisa melakukan janji temu tak membuatnya kesal, sekarang tentu saja rasanya gatal. “Penuntun sarjana” kami meminta kami menunggu di lorong penantian. Menunggunya rehat dari segala kesibukan. Teknologi hanya menjadi uap.

Aku, kadang mendapat urutan terdepan, atau di tengah, jarang sekali dapat urutan belakang. Di antara selubung kabut pagi, kuda besiku menyusup membuatku menyeruput sebagian kabut. Di halaman, dingin tersisa di tangan. Langkahku menuju tangga ditemani sepi, di antara kepulan asap yang dibakar pejuang tangguh yang datang sejak pagi. Kutengokkan kepalaku ke lorong penantian di lantai dua, belum ada siapa-siapa. Kulongok benda berdetik di tangan, jarum belum genap menunjuk angka delapan. Kuseret kakiku menuju “pintu kebahagiaan”, tempat kami biasa menunggu.

Sendiri, aku bersandar pada dinding yang masih dingin. Duduk di atas lantai yang masih berkilap, tanpa alas. Menghitung tiap detik waktu hingga teman seperjuangan datang. Tak berapa lama, suara akrab terdengar menyapa, menyebut namaku dengan riang. Ia meletakkan tas dan memintaku menjaganya selagi ia ke belakang. Dingin kadang memang membuat kita tak henti ke kamar mandi bukan?

Matahari sepenggalahan naik, sebagian mengambil air suci, menengadahkan tangan dan berdoa agar “penuntun sarjana” hari ini datang, datang dengan keriangan, begitu kira-kira doa kami (setidaknya doaku). Semakin siang pejuang yang datang mulai membilang, satu, dua, tiga, hingga sepuluh, bahkan kadang hingga belasan.  Lalu kami menghitung waktu, apakah sekiranya kami akan diberi kesempatan atau pulang tanpa hasil dengan perut bergerumul angin? Biasanya jika jarum jam sudah menunjuk angka sebelas urutan lima sudah kehilangan asa, ia selalu ingin pulang tergesa.

Setiap derap langkah sepatu yang terdengar menaiki tanggaa kami jadikan sebagai pertanda. Semua muka menengok ke kiri, lalu menunduk atau berpaling ke kanan jika ternyata derap itu bukan yang diharapkan. Jika “penuntun sarjana” yang datang masing-masing kami mendongakkan muka. Memasang wajah penuh harap, berharap setidaknya hari ini ada satu langkah lagi menuju “kesarjanaan” yang kami kejar-kejar.

Kadang, “penuntun sarjana” kami riang, menyapa kami. Itu artinya kadang ia pun seperti kami, tak bergairah. Apalagi antrean yang sudah menjadi pemandangan lumrah. Urutan pertama selalu kikuk memotong pita. Pita “pintu kebahagiaan”. Tugasnya menyapa “penuntun sarjana” dan bertanya “Apa hari ini bisa?”. Sebetulnya hanya itu saja, tapi sungguh rasanya bisa membuat gelisah. Jika jawabannya ya, ia lalu masuk, menengok pada teman-temanya, dari matanya bisa terbaca kalimat “tolong doakan”. Kadang sepuluh, dua puluh, tiga puluh, kadang bahkan sampai enam puluh menit pejuang-pejuang pencari keajaiban itu ada di dalam. Pejuang di dalam menikmati intonasi tinggi rendah. Kadang keluar dengan senyum, tak jarang keluar dengan mata kosong, bingung memikirkan apa yang harus dilakukan.

Di luar, pejuang-pejuang mengobrol wara-wiri. Kadang berkeluh kesah, berbagi gelisah, atau menyematkan doa demi kesuksesan bersama. Bercerita berita beruntung si ini si itu, lalu menepuk bahu teman seperjuangan “Kita harus sabar, karena waktu itu pasti akan datang”. Ya, kami memang selalu berusaha menanami hati kami dengan bunga-bunga, segersang apapun di dalamnya. Lorong itu berubah menjadi lorong yang khidmat, karena masing-masing kami diam merenungi dan bertanya pada sendiri kapan waktu itu akan datang.

Belakangan, semilir kabar menceritakan “penuntun sarjana” kami juga sepat mata melihat kami yang kian hari kian panjang antreannya. Tapi tak pernah ada jembatan bagi kami untuk bercerita. Takut, perasaan itu membuat kami seringkali surut. Belum ada penyelesaian bagaimana cara “menyembunyikan” antrean.

Ya, begitulah kami. Pejuang yang menghitung waktu wisuda demi wisuda. Menunggu di lorong penantian. Mencecap dinginnya lantai dan dinding yang menyisakan angin bergerumul di perut. Doa kami tak banyak, kami meminta agar kami dan “penuntun sarjana” bisa selaras. Karena keselarasan itu menimbulkan keindahan bukan? Ya keindahan yang kami dan tentunya beliau idam-damkan. Terakhir terlamat permintaan : kawan, semangati kami untuk selalu berjuang, para pencari satu kata yang menurut orang penting:sarjana.

*didedikasikan untuk para pejuang yang selama ini duduk bersama di lorong penantian.


Jatuh cinta padamu (lagi)

Orang-orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakannya sendiri. Ia tak kuasa membedakan mana yang benar-benar nyata, mana yang hasil kreasinya yang sedang memendam rindu. Kejadian-kejadian kecil, cukup sudah untuk membuatnya senang. Merasa seolah-olah itu kabar baik. Padahal saat ia tahu kalau itu hanya bualan perasaannya, maka saat itulah hatinya akan hancur berkeping-keping. Patah hati! Menuduh seseorang itu mempermainkan dirinya. (Tere Liye).

dan seseorang itu adalah dia... ya dia.. dia yang memintaku melepaskan ikatan kami.. dia yang mencari ruang untuk bercerita.. dan pada akhirnya ruang itu adalah aku..

dan pilihannya membuatku membentu ilusi. ketidaknyataan. kreasi yang membumbung tinggi karena aku merajut rindu padanya.

mungkin kau mendengar "kicauanku" beberapa kali: Selalu seperti itu, seperti ada telepati antara kita
aahhh sepertinya itu ilusiku...
saat aku memikirkan dia,tapi mengurungkan niat untuk sekadar mengirim pesan singkat, pesannya yang datang lebih dulu. untuk hal-hal yang mungkin tak terlalu penting atau tak terduga.
"bagaimana perkembangan skripsimu?" atau "bisa beli pulsa?"
lalu kata-kata itu berubah menjadi percakapan, dengan kesepakatan yang kami : tidak ada pesan tentang perasaan. jadi segala bentuk rindu harus kutikam.

Aku selalu merasa semua itu telepati, ya telepati antara kami. Aku menganggap dia rindu padaku, tapi terlalu malu untuk berterus terang. Aku sendiri yang menciptakan cerita tentang perasaannya.
Kau tahu betapa riangnya aku saat menerima pesan singkat itu?
Andaikan ia melihat binar mataku dan simpul senyumku mungkin ia akan kembali jatuh cinta padaku (sial, aku kembali beilusi).

lalu ketika tiba-tiba ia pergi tanpa kabar, hati mulai risau memikirkan, desakan hati untuk bertanya semakin kuat : "kenapa kau mempermainkan aku?". Lalu dia berkata "aku tak pernah berniat mempermainkanmu."

Aaaah... aku jatuh cinta (lagi). berilusi. sejuta bualan perasaan. sadar. hancur berkeping-keping. tapi tetap aku jatuh cinta (lagi) padanya.

dan di sisi yang lain, ia jatuh cinta pada bidadarinya. Adakah ia juga berilusi sepertiku?